SEMOGA BERMANFAAT...!!!. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Container Icon


PENDIDIKAN ISLAM KLASIK DAN MODERN,
ANGAN-ANGAN KOMPETITIF DAN PROFESIONAL
Oleh : Muhammad Ulil Albab
BAB I. PENDAHULUAN
Dalam penulisan ini, tiga alasan yang akan kami bahas dan kami kemukakan yaitu:
            Pertama, saya menyepakati pendapat bahwa baik Al-Qur’an maupun al-Sunnah, sebagai landasan serta sumber utama yang harus dianut oleh ummat Islam (Marzuki Wahid). Karena itu, dalam penyajian tulisan ini saya mencantumkan judul Pendidikan Islam Klasik dan Modern, Angan-angan Kompetitif dan Profesional, sebagai bentuk pemikiran serta harapan dalam menentukan arah Pendidikan Islam pada masa mendatang.
            Kedua, kami menggunakan kata-kata Pendidikan Islam Klasik dan Modern‌, dengan berdasar pada dua alasan. Pertama, sorotan yang kami tuju oleh adalah lembaga-lembaga Pendidikan Islam yang mengemas pendidikan dengan pola integrated (penggabungan materi umum dan materi agama) yang termasuk diantaranya adalah madrasah. Kedua, kami kurang setuju dengan konsep penyajian materi secara terpisah (disintegrasi), seperti pendapat yang diungkapkan oleh Abu al-Hasan al-Nadwi yang menyatakan bahwa materi umum tidak bisa disatukan kedalam materi Pendidikan Islam sebagai fan ilmu baru. Penulis juga kurang sependapat bila lembaga-lembaga Pendidikan Islam lebih terfokus pada materi umum. Padahal, Dr. Benjamin E. Mays, Guru Besar Morehouse College, Georgia, menyesal dengan keadaan yang terjadi pada negaranya (Amerika Serikat), perihal krisis spiritual di kalangan masyarakat terpelajar negaranya. Untuk itu, penulis lebih condong pada pola integrasi antara kedua materi tersebut.
             Ketiga, kami mencantumkan Kompetitif dan Profesional, dengan arah tujuan untuk memberikan beberapa pandangan sebagai solusi untuk menghadapi permasalahan yang tengah dihadapi lembaga-lembaga Pendidikan Islam pada umumnya. Dengan demikian, diharapkan dalam sistem Pendidikan Islam, baik konsep pembelajaran, guru serta siswa dapat mewujudkan prestasi Pendidikan Islam secara kompetitif dan professional.
LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
            Pendidikan Islam mempunyai sejarah panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya. Konsep Pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri (Prof. Dr. Azyumardi A. M.A. : 2001).
Disamping itu, tertera jelas dalam Hadits Rosulullah SAW. bahwa, Tholabul ilmi faridlotun ala kulli muslimin wamuslimatin. Dengan demikian, jelas bahwa Islam mewajibkan ummatnya untuk menuntut ilmu. Kemudian, seperti yang telah diungkapkan oleh Syekh Zarnuji, ilmu yang dimaksud adalah Ilmu hal, yang berarti ilmu yang baru terjadi pada manusia (al amru al aridl linnas). Ketika al amru al aridl linnas menjadi kewajiban untuk dipelajari, maka konsekuensinya, wajib mempelajari hal-hal yang menghubungkan terhadap Ilmu hal tersebut. Lianna ma yatawassalu bihi ila iqomatil fardli yakunu fardlon, wama yatawassalu ila iqamatil wajibi yakunu wajiban.
Kemudian dari pada itu, seiring dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh kemajuan di bidang teknologi, mau tidak mau Islam pun dituntut untuk mampu beradaptasi. Namun, mengapa ketika Pendidikan Islam disuguhkan ke masyarakat umum, yang terjadi justru berbalik fakta. Ketika peradaban zaman berkembang dengan begitu pesatnya, Pendidikan Islam justru lebih fokus pada pembelajaran klasik. Akibatnya Pendidikan Islam acapkali terkucilkan. Pendidikan Islam hingga saat ini nampak sering terlambat memposisikan diri dalam merespon perubahan dan kecenderungan perkembangan budaya masyarakat.
Ketika Pendidikan Islam mencoba menawarkan sistem pembelajaran secara integrated (penggabungan antara materi umum dan keagamaan), untuk memenuhi kekosongan salah satu di antara materi pendidikan umum dan materi Pendidikan Islam, justru kebijakan ini seakan menjadi beban bagi peserta didik. Pasalnya, sampai akhir 2006 ini, prosentase lulusan siswa madrasah lebih sedikit dibandingkan dengan siswa sekolah umum, lebih kurang 12%. Sedangkan, jumlah siswa madrasah sampai saat ini kurang lebih 6 juta, atau sekitar 20% dari jumlah anak usia sekolah dari Tingkat SD sampai SLTA di seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa madrasah memiliki kontribusi yang signifikan dalam proses pencerdasan bangsa.
Disamping itu, berdasarkan laporan political and economic risk consultancy (PERC) sebagaimana dimuat dalam The Jakarta Post (Vol. 19, No. 127 : 2001), terungkap bahwa sistem pendidikan Indonesia adalah yang terburuk di Asia. Mutu pendidikan di Indonesia dengan skor 6,56 masih di bawah Negara Vietnam dan Negara-negara tetangga di Asia. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia masih membutuhkan peningkatan, tidak terkecuali pendidikan.
Lantas, sistem Pendidikan Islam itu sendiri masih mengalami berbagai kendala. Salah satu diantaranya adalah kerancuan antara materi umum dengan fan keagamaan. Inilah yang menjadi alasan klasik mengapa prestasi materi umum yang disampaikan di lembaga Pendidikan Islam kalah saing dengan prestasi yang dicapai oleh sekolah umum. Begitu sebaliknya, penyampaian fan ilmu agamanya pun tidak segemilang seperti yang terjadi di pondok pesantren. Kenyataan inilah yang setidaknya mendorong orang tua murid mengambil alternatif lain, yakni mempercayakan anaknya pada lembaga pendidikan yang lebih menjanjikan masa depan.
Dengan diskripsi masalah tersebut diatas, timbul pertanyaan, Apakah ada yang salah dalam Pendidikan Islam ? Lantas, akan dibawa kemana Pendidikan Islam sekarang ini?. Inilah sebidang pertanyaan sebagai pokok bahasan dalam karya tulis ilmiah ini.
BAB II. PENINJAUAN ILMIAH
1. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
            Pada masa perkembangannya, Pendidikan Islam yang berlangsung umumnya dapat dikatakan bersifat informal. Dalam kaitan itulah bisa dipahami mengapa proses Pendidikan Islam pada masa rasulullah berlangsung di rumah sahabat tertentu, yang paling terkenal adalah Dar al-Arqam. Ketika masyarakat Islam sudah terbentuk, maka sistem pendidikan diselenggarakan di masjid dengan cara halaqah (lingkaran belajar). Pendidikan Islam formal baru muncul pada masa lebih belakangan, yakni dengan kebangkitan madrasah.
            Seiring dengan perkembangan zaman, sistem pembelajaran madrasah klasikal dianggap kurang. madrasah klasik banyak menghasilkan lulusan dengan pengaruh keagamaan yang kuat, namun tidak bisa menjamin ketentraman lulusannya secara ekonomis (Mackeen, 1969). Oleh karena permasalahan tersebut, banyak diantara pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh berupaya merealisasikan sistem sekolah Islam modern, dengan harapan agar Sumber Daya Manusia ummat Islam dapat terjamin, begitupun dengan masalah ekonominya. Seharusnya Pendidikan Islam mempunyai arti yang luas, meliputi penelitian terhadap seluruh aspek peradaban isIam dan kehidupan muslim di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang (Mackeen, 1969).
2. URAIAN TENTANG PENDIDIKAN
            Pendidikan jelas merupakan suatu program strategis jangka panjang. Karena itu, kinerja-kinerja serta pembenahan pada bidang pendidikan tidak bisa dilaksanakan secara reaktif, melainkan harus dengan cara pro-aktif, intensif dan strategis. Realita ini berbalik fakta, malah justru pembenahan dalam pendidikan belum seutuhnya dianggap sebagai faktor utama hancurnya negeri ini. Terbukti jelas bahwa tuduhan-tuduhan para politisi justru mengarah pada ekonomi dan politik. Pendidikan seolah bukan bagian pokok nyaris ambruknya negeri ini.
Dengan demikian, jelas bahwa keuangan merupakan masalah utama bagi lembaga-lembaga Pendidikan Islam. Terlebih lagi madrasah yang dirasakan semakin penting eksistensinya dalam menyongsong pendidikan sejak diberlakukannya Undang Undang No. 2/1989 tentang sistem pendidikan Nasional, serta undang Undang No. 20/2000 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan. Untuk itu, potensi yang ada pada lembaga Pendidikan Islam khususnya madrasah perlu mendapat perhatian yang serius, terutama dalam bidang keuangan disamping pemantapan sistem pengajarannya.
Kemudian, ketika dana pendidikan itu dipermasalahkan, setidaknya telah terwujud beberapa upaya untuk mengatasi problem ini. Dalam hal ini, Departemen agama telah memberikan sumbangsih bagi lembaga-lembaga Pendidikan Islam, lewat proyek peningkatan Perguruan Agama Islam Tingkat Menengah (DPAM- Development of Madrasah Aliyahs Project) mulai tahun 1988 dan berahir pada tahun 2004. proyek ini mendapatkan dukungan pembiayaan dari Asian Development Bank ( ADB Loan 1519-INO). Hal ini merupakan suatu upaya untuk dapat mewujudkan profesionalisme Pendidikan Islam yang mampu bersaing di era globalisasi.
BAB III. PENELITIAN
Dalam hal ini, kami akan mencoba menguraikan beberapa permasalahan dalam penerapan sistem Pendidikan Islam dengan memakai metode Riset Pustaka (Penelitian kepustakaan dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan), diantaranya :
1. Kurang menjanjikan masa depan
Disadari atau tidak, sampai saat ini gambaran umum kondisi lembaga-lembaga Islam masih dalam keadaan lemah. Pertama, lemahnya sumber daya manusia, manajemen maupun keuangan. Kedua, belum optimalnya lembaga Pendidikan Islam dalam mewujudkan cita-cita idealnya. Sementara itu, masyarakat telah menyadari Pendidikan Islam sebagai pilar utama yang menyangga Islam untuk mewujudkan cita-citanya; rahmatan lil alamin. Ketiga, Pendidikan Islam belum bisa menerapkan konsep pembelajaran transformative. Dalam arti, ummat Islam dalam mengamalkan ajaran agamanya telah berhenti pada dataran simbol dan formalistik (M. Abuddin Nata : 2001).
Dari definisi di atas, timbul pertanyaan Haruskah lembaga Pendidikan Islam (madrasah) memisahkan diri dari materi umum, agar materi agama dapat tercapai secara maksimal ?. pernyataan ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Abu al-Hasan al-Nadwi, Selama metode dipinjam dari Negara-negara non-Islam atau buku dipilihkan dari karya penyusun non-muslim yang diperuntukkan bagi anak non-muslim, maka metode dan buku tersebut tidak akan pernah membantu memenuhi tuntunan, malah akan terus mengembangkan konflik antara alam pikiran dan ruh Islami dengan alam pikiran dan mental baru. Transfer ilmu non-muslim telah mengakibatkan keraguan terhadap agama, pelecehan terhadapa kewajibannya, kelemahan dalam tingkah laku, serta taklid terhadap budaya asing seperti permissivenes (ke-serbabolehan), gaya hidup dan pemborosan‌. Padahal, Einstein pernah berkata dalam salah satu pidatonya, Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta.
Selanjutnya, Apakah kita akan hanya mengambil materi umum, dan menafikan materi agama ?. Sedangkan, Dr. Benjamin E. Mays, Rektor Morehouse College, Georgia, pernah berkata, Kita memiliki orang-orang terdidik yang jauh lebik banyak sepanjang sejarah. Kita memiliki lulusan-lulusan perguruan tinggi yang lebih banyak. Namun, kemanusiaan kita adalah kemanusiaan yang berpenyakit. Bukan pengetahuan yang sekarang kita butuhkan, kita sudah memiliki pengetahuan. Kemanusiaan sedang membutuhkan sesuatu yang spiritual.
2. Terlalu Konstan Pada Pengajaran Klasik
Salah satu masalah yang sangat perlu dibenahi bagi Pendidikan Islam adalah, Pendidikan Islam lebih senang konstan (stabil) terhadap pengajaran klasik. Diantaranya, Pendidikan Islam lebih terpacu pada sistem hafalan dan tidak ingin menggunakan arah pandang logika (Nasr, 1981). Sehingga, perkembangan mental untuk bersaing dan sikap kritis terhadap sesuatu yang baru tidak terlalu begitu diperhatikan.
Padahal, sangat mungkin pada saat ini bagi ummat Islam untuk mengembangkan ilmu-ilmu eksak (ilmu pasti). Maka, yang sangat perlu diperhatikan bagi kelangsungan Pendidikan Islam adalah bagaimana menjembatani metodologi dan konsepnya, sehingga dapat sejajar dengan ilmu pasti modern (Nasr, 1981). Sehingga metodologi pengajaran baru harus segera dikenalkan. Dan diharapkan dengan metode baru ini mendorong para peserta didik untuk lebih kompetitif. Jadi, mereka lebih mengandalkan cara pandang mereka sendiri. Pada akhirnya, mereka mampu menyumbangkan pemikiran baru yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam satu wacana di atas, sorotan guru menjadi sangat penting bagi sistem pendidikan serta keberhasilan para peserta didik. Seperti yang telah diungkapkan oleh Indra Djati Sidi, Ph.D. (2001), Yang paling penting harus kita lakukan adalah menyiapkan sosok guru masa depan yang sesuai dengan tuntunan reformasi pendidikan yang sekarang ini tengah bergulir.
3. SDM Yang Belum Maksimal
Sumber Daya Manusia yang bermutu yang sekarang sangat dibutuhkan oleh ummat Islam. Potensi otak manusia memang sangat luar biasa. Tapi potensi itu tentu hanya tinggal potensi bila otak manusia tidak bisa dirangsang, dikondisikan dan diproses secara benar sehingga mampu mengaktualkan dengan maksimal.Pembenahan sistem pembelajaran di lembaga-lembaga Islam memang sangat perlu diperbaiki lagi, sehingga potensi otak peserta didik dapat lebih berkembang, dengan cara merangsang dan mengondisikan potensi otak tersebut secara maksimal.
Beberapa fakta telah membuktikan bahwa mutu SDM ummat Islam masih di bawah garis rata-rata. Ketika mutu SDM ummat Islam dipertanyakan, ternyata kebanyakan SDM Indonesia sendiri masih terbelakang. Pada saat ini bangsa kita, berdasarkan Human Development Index (HDI) yang dipublikasikan UNDP menyatakan bahwa, bangsa kita saat ini berada pada urutan ke-109 dari 173 negara dunia. Bahkan berada di bawah negara Vietnam, yang menempati peringkat ke-108.
BAB IV. SOLUSINYA
            Dari paparan  pustaka di atas kami memberikan solusi terhadap beberapa faktor yang harus dibenahi oleh beberapa lembaga-lembaga Pendidikan Islam, diantaranya :
1. Menggagas Kecerdasan Emosional
Sekolah masa depan tentu tidak akan lagi cukup hanya mengolah dua jenis kecerdasan, yaitu; kecerdasan linguistik dan kecerdasan logis-matematis. lembaga-lembaga Pendidikan Islam pada khusunya juga perlu memasukkan pelajaran yang mengarah pada kecerdasan emosional (Emotional Intelligence). Sebab, dalam realitanya kecerdasan emosional jauh lebih penting dari pada dua kecerdasan tersebut. Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence (1996) mengatakan, bahwa kontribusi IQ (Intellectual Quotient) dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang maksimal sekitar 20 persen. Sedangkan yang lainnya ditentukan oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain inilah yang termasuk dalam wilayah kecerdasan emosional. Diharapkan dalam penerapan tersebut para peserta didik mampu mengaplikasikan materi yang telah diterima olehnya ke dalam ruang lingkup keluarga, masyarakat serta lingkungan.
2. Mengikut Sertakan Orang Tua Dalam Program Pendidikan
Ikut serta keluarga dalam program pendidikan tidak hanya menjadi sokongan utama bagi terealisasinya program pendidikan yang bermutu, tapi telah menjadi provisi (syarat) yang mutlak. Seperti yang dikatakan oleh Carol Lopate, ketika orang tua terlibat dalam proses pengambilan keputusan pendidikan, anak-anak mereka mungkin bekerja lebih baik di sekolah. Hal ini juga mungkin dikaitkan dengan meningkatnya kesadaran pengendalian yang dirasakan anak terhadap takdir-nya sendiri ketika melihat orangtuanya secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan di sekolah.
Keterkaitan antara para pengelola lembaga-lembaga Pendidikan Islam dan orang tua peserta didik harus segara terjalin dengan pengadaan program temu wali murid. Dengan beberapa pengarahan kepada orang tua peserta didik serta pemberitahuan metode-metode pembelajaran di rumah untuk bisa membuat peserta didik bisa lebih optimal dalam keberhasilan mereka yang tengah ditunggu-tunggu oleh bangsa.
3. Guru Sebagai Figur Sentral
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Prof. Dr. Azyumardi A., M.A (2001), Pengadaan staf pengajar secara kualitatif dan kuantitatif juga harus ditingkatkan. Pengajar sangat membutuhkan perbaikan lebih jauh dalam kualifikasi mereka, meningkatkan pengetahuan mereka tentang perkembangan mutakhir. Untuk dapat menghindari keluguan, kekakuan yang berlebihan dan ketidaksadaran tentang perkembangan dan kebutuhan masyarakat modern saat ini.Dengan demikian, setidaknya terdapat beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh guru, antara lain :
1.      Mempunyai bekal kompetisi dalam keilmuan sesuai bidang yang ia tempuh
2.      Bisa berkomunikasi dengan baik kepada peserta didiknya
3.      Memiliki jiwa kreatif dan produktif
4.      Memiliki etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya
5.      Mampu mengembangkan dirinya secara terus menerus (continuous inprovement).
Dengan persyaratan semacam ini, maka tugas seorang guru lebih mengarah pada pengusaan konsep keilmuan yang optimal dan tentunya dengan berdasarkan nilai-nilai etika. Disamping itu, seorang guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif sehingga terjadi komunikasi dua arah secara demokratis antara guru dan murid. Kondisi ini diharapkan dapat menggali potensi kreativitas anak didik11)
4. Meningkatkan Mutu SDM
Pada dasarnya, setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda antar satu sama lainnya. Dalam buku menuju masyarakat belajar, menggagas paradigma baru pendidikan, menyebutkan beberapa versi belajar. Diantara versi tersebut mengatakan, sebagian orang lebih mudah belajar melalui melihat langsung gambar dan diagram. Inilah yang disebut cara belajar visual. Sebagian yang lain lebih suka mendengarkan. Inilah model belajar auditorial. Dalam harapan penulis, sekolah unggul harus mampu mengetahui model belajar seperti apa yang diharapkan oleh peserta didik. Jadi, malah terkesan lucu‌ bila penerapan sistem pendidikan negara dibuat universal, sebagaimana penerapan sistem pembelajaran dengan metode KBK serta KTSP yang baru-bari ini tengah direalisasikan.
Setelah kita memahami dan memenuhi gaya belajar peserta didik, maka peningkatan Motor skill siswa perlu ditingkatkan. Pada lembaga Pendidikan Islam yang menerapkan konsep intregrasi, proses pembelajaran juga harus dipacu dengan pematangan materi keagamaan. dengan ini bukan tidak mungkin Pendidikan Islam akan dapat mengantarkan generasi menjadi bangsa yang terdidik dan berahlakul karimah.
BAB V. PENUTUP
Kesimpulan Dan Saran
Pendidikan Islam, sepanjang sejarah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Sampai pada gilirannya terbentuklah Pendidikan Islam yang formal yang diantaranya adalah madrasah. Pendidikan Islam yang terkonsep lewat madrasah yang pada umumnya menawarkan sistem pembelajaran secara integrasi. Dengan harapan disamping siswa mempunyai Mottor Skill yang berkwalitas serta memiliki wawasan spiritual serta aqidah yang kuat.
Namun, pada kenyataannya, sistem integrasi yang ditawarkan madrasah justru mengalami beberapa kendala. Yang paling menonjol adalah ketidak mampuan peserta didik dalam mengintegrasikan materi umum dan keagamaan. Materi yang diajarkan pada umumnya tidak terfokus pada satu disiplin ilmu. Sehingga, baik motor skill maupun wawasan keagamaan peserta didik kurang optimal. Pada akhirnya, Pendidikan Islam di mata masyarakat mendapat tempat terendah.
Keadaan ini setidaknya diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama, keberadaan madrasah ditengah masyarakat yang dinilai kurang menjanjikan masa depan bagi lulusannya. Kedua, konsep pembelalajan yang diterapkan terlalu ketat terhadap sistem pembelajaran klasik, tidak mengarah pada sistem ilmu terapan. Ketiga, kurangnya mutu SDM, baik peserta didik maupun pengajarnya.
Dengan demikian, untuk mengupayakan peningkatan mutu Pendidikan Islam, maka perlu adanya pembenahan sistem belajar oleh pelaksana pendidikan tersebut. Diantara bentuk upaya tersebut adalah dengan merangsang kecerdasan emosional yang ada pada peserta didik. Disamping itu, peran serta orang tua dalam proses pendidikan juga perlu ditekankan. Dan, yang lebih mendukung keberhasilan proses belajar adalah peningkatan kwalitas pengajar serta SDM.
Pendidikan Islam yang unggul setidaknya didukung oleh beberapa faktor, diantaranya; Penerapan sistem pengajaran yang memahami gaya belajar siswa, siswa yang aktif adalah siswa yang mampu menggunakan IQ-nya secara maksimal walaupun pola integrasi diterapkan, serta guru yang mampu mengembangkan dirinya secara terus menerus dan mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif. Sehingga, Pendidikan Islam kedepan dapat dilaksanakan secara efektif serta mampu berkompetensi di tengah era globalisasi. Bukan demikian? Wallahul muwaffiq.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar